senirupa

Wednesday, November 25, 2009

Banda Aceh, kota penjinak uang

Seperti lembah pura-pura
Hidup tetap hidup di situ
Mengurus diri sendiri
Dan sesekali digoyang gempa

Seperti kardus ditumpuk-tumpuk
Di sana hidup mulai tertindih beban
Mulai angka-angka uang menjadi rendah nilai
Sampai harga sembako mahal

Bahkan orang kaya sekalipun pucat
Apabila ke swalayan

Di sana orang miskin menyerupai rombongan pengantar jenazah
Memikul nestapa yang rumit

kota semu bagi penganggur
Dan para pendatang di sana adalah penjudi nasib
Konon, mereka korban pemerintah nakal

Pemerintah di sana adalah sekumpulan orang suci Berperilaku janggal
Orang –orang yang tiba-tiba tenar karena sewaktu kampanye dulu
Membagi-bagikan kain sarung berlogo sebuah partai

Beginilah, kota para penjinak uang
Mempercantik diri dengan berdandan
Meski resikonya buruk
Dan kehilangan sentuhan perasaan
Yang tumbuh hanya gedung-gedung
Pusat bisnis
Papan reklame raksasa
Yang sewaktu-waktu menelan generasi demi generasi
Dan kapitalis memanen hasilnya

 awal 2008,