senirupa

Wednesday, January 18, 2012

Angin November Untuk Elaine Firdausza

tanpa puisi pun, almanak tetap berganti. hari terus saja memanjangkan rambutnya dalam kehidupan kita.

doa-doa panjang yang berdesis dalam angin November, kekal di benakmu. lalu, di benakku sederet kalimat mengantri. tentang luput yang sederhana.

ah, tak ada lengan malam yang dengan percuma mengusap keringat kita saat-saat membunuh lelah. jam berdentang seperti kereta yang mendekati terminal. kita harus terus melaju.

ini puisi kesekian kali yang menemui riwayatnya pelan-pelan. dalam nafasmu, dalam deskripsimu tentang melayari hidup dalam kebisingan kota-kota besar.

suatu hari, yang pulang dengan seutas senyum harus melewati batas-batas kesia-siaan. berwudhuk sesudahnya di remang subuh. meletakkan kening di tanah. mengaku diri banyak salah.


di sini, aku hanyalah sebaris kalimat absurd tentang kebijaksanaan. tentang hal-hal ilmiah yang kerap kita puja-puja. namun, marilah kita membenci ketaksanggupan kita menelaah diri yang rapuh. lalu tidur dengan tenang sehabis bertasbih pelan-pelan. atau menutup hari dengan nyeruput kopi di teras.
semua harus berputar. menggelinding sesuka hati. lepas dan merdeka. seperti imajinasi yang tak bosan memberkati puisi.

selamat milad.semoga penuh berkat...


idrus bin harun.