senirupa

Wednesday, December 4, 2013

kondomisasi puisi, proyek membendung lendir diksi


jika penyair tidak memberi 'kondom' pada setiap kalimat dalam sajak-sajaknya, justru akan berhamburanlah makna-makna yang dikandungi puisi. penyair amat butuh 'kondom'.' kondom' adalah alat artistik
untuk membendung muncratnya makna sekali resap. puisi tanpa 'kondom' di zaman galau harus disebut absurd.

bagi sebagian penyair, puisi tidak dibenarkan begitu saja 'membuka topeng makna' di muka umum. karena ditakutkan akan kehilangan daya renung, menumpulnya daya hayal penikmat. maka, puisi dimaklumkan untuk pelit makna dengan sedapat mungkin memilih diksi-diksi tertentu yang jarang bisa dimaknai tanpa diresapi berkali-kali. apa lagi masyarakat non sastra.  kalimat tanpa unsur puitis dianggap 'onani'. maka lahirlah penyair-penyair dahsyat yang mengkhidmatkan diri semata-mata pada jalan asmara. yang mendalami cinta sampai ke akar-akarnya. mereka menyebut diri orang bijak di zaman edan. orang sadar di antara ketaksadaran, orang waras di lingkungan gila.

proyek kondomisasi puisi adalah proyek bersama. ketika ungkapan puisi makin menukik ke kedalaman makna sehingga umumnya masyarakat tak sanggup lagi menerjemah,memberi warna dengan pemaknaan subjektif. "ini proyek membendung lendir diksi" kata seorang penyair yang gagal merebut hati perempuan dengan alat sastra.

begitulah!

selama Desember 2013