Teknik cukil adalah teknik cetak kuno yang masih dipakai hingga kini.
Sila cek video ini:
Klo Prip
Teknik cukil adalah teknik cetak kuno yang masih dipakai hingga kini.
Sila cek video ini:
Lukisan ini karya Tanzilmurda yang saya potret di ruang lobi Taman Budaya Aceh. Tempat dilansungkan pameran seni rupa. Saya suka kejenakaan dalam lukisan ini.
Lukisan ini mengingatkan saya pada penyebutan GLM milik GAM zaman konflik dahulu. "Jantong pisang" sebut masyarakat masa itu. Lukisan ini amat menyindir kita, kami, kalian, mereka, dan sejumlah kata ganti lainnya. "Boh Jantong" siap luncur, pemantik sumbu di tangan orang lain.
Tepat sekali penempatan objek tertawaan. Dan itu mewakili sekali kita dewasa ini.
Memasuki masa-masa sulit, kita cukup terhibur dengan tontonan yang disuguhkan politisi, penjual agama, para saudagar dan kita sendiri. Walau kadang gak tahan juga ingin terlibat di dalamnya dengan menjadi korban tertawaan atau si pembully.
Kalau tak salah saya, Lukisan ini berjudul "menonton cagok Aceh" di latar pemeran cagok, di atas puing-puing bekas runtuhan, bocah-bocah terkesima dengan aksi cagok yang dimainkan.
Lebih lanjut, dalam pusaran kepentingan politis, kita, kami, kalian dan mereka, serba salah menempatkan diri. Terjun terlibat lansung salah, jadi penonton tak juga berguna.
Mungkin lukisan ini sekata dengan satu pernyataan abadi seorang politikus di masa lalu bahwa, "jika kau tak berpolitik, seribu kali politik akan mencampuri hidupmu". Bahkan mungkin cara dan tempat kamu berak pun, akan diurus politisi. Kira-kira demikian maksudnya.
Pameran di TBA kali ini tergolong mewah dikarenakan gedung baru siap renovasi. Puluhan perupa ikut serta dengan tema bebas. Dari yang berkelas hingga yang pemula. Pembauran ini cukup mengemukakan pada kita bagaimana komposisi ide bisa merespon kekinian Aceh.
Cukup banyak pula perupa/pelukis yang tampil dengan lukisan yang sama di beberapa pameran beberapa pameran selama bertahun-tahun. Ini mengisyaratkan perupa kita banyak macet berkarya. Atau memang sudah tidak teryantang untuk bikin lukisan lagi akibat merasa sudah berada di puncak kemapanan kreatifitas. Hanya Tuhan yang maha tahu.
Kita mana tahu apa-apa!?
Senja diantar ke tempatnya hari itu, persis saat seorang ketua sebuah partai politik memarahi sopir pick-up. Karena menjadikan haĺaman kantor sebagai parkiran. Urusan sepele akan terus diselesaikan dengan energi ganda. Padahal, Azan Magrib dan lampu jalan berlomba-lomba menguasai Lueng Bata dalam gelap yang masih putik itu.
Warung nasi riuh dengan sendok dan piring beradu. Seperti ciuman sepasang kekasih yang baru jadian kemarin sore. Sehingga, Secangkir kopi yang diseduh oleh Buruh bangunan, tetap pahit meski berton-ton gula dilarutkan.
Angin dari Blang Cut membentur tembok ruko sepanjang jalan Tgk Imum Lueng Bata dengan debu-debu tak bertenaga. Bendera partai nasional yang gerah dengan asap kendaraan, mulai lesu saat azan Isya bersiap-siap hendak dikumandangkan. Seorang kader partai berorasi di depan tukang las terali tentang visi partai, sambil garuk pantat. Mulutnya yang dibuka lebar-lebar saat berseru "partai Anak bangsa, wahai saudaraku!", Ibarat mulut kota memuntahkan alat peraga kampanye politik di perbatasan. Spanduk ucapan selamat lebaran, baliho dukungan dan poster-poster, menyambut penumpang L300 dengan gairah nakal. Terminal minibus tak henti-henti melumat kendaraan yang datang dari luar kota.
Wangi bu gureng malam itu tak sempat dinikmati seorang calon gubernur sebab keburu pergi. Panggilan dewan pimpinan pusat partai di Jakarta, lebih utama daripada makan malam.
Lueng Bata hingga ke pagi besoknya belum sempat kupuisikan dengan hebat. Karena, kata demi kata pergi bergabung ke dalam baris kalimat penguat dalam janji-janji Pilkada. Braat!!