kau akan berkata
"Asmara bagai manik-manik Berkilauan"
kau kalungkan rindu
Ketika tatapannya benar-benar tulus
Suatu hari diantara laki-laki sunyi itu
Seuntai mutiara dialamatkan padamu
Pertanda bahwa kesendirian benar-benar pahit
Untuk ditelan sebagai obat penenang
Mungkin puisi cinta memabukkan engkau
Qasidah-qasidah asmara menenggelamkan
Tapi kau tetaplah wanita
Yang selalu menerjunkan impian-impianku ke liang surga
Pujian demi pujian telah kadaluarsa
Karena tak memenuhi selera
sekalipun seikat kembang dari laki-laki sopan
berusaha mendandani suasana imitasi
percayakah
dirimu akan kawin dengan laki-laki berkabut
yang rutin menjengukmu ketika ritme gerimis menjebak
yakinkah
dia begitu tak paham untuk berdongeng
apalagi cerita-cerita bohong
diantarnya kamu kepelaminan
tempat asmara bertahta pada kerajaan
di sanalah para pembual mati di tiang gantungan
boleh saja tak percaya
tapi laki-laki itu benar-benar ada
laki-laki yang mendebat tetangganya
gara–gara tetangganya itu mengeluarkan statemen;
“antara uang dan asmara berdiri para bandit “
Uang tetap punya makna dan mengesankan
Walau kerap punya kuasa tak terbatas merobohkan hati siapa saja
Tapi asmara tetap dimaknai beragam
Tergantung kepentingan
Aku tak tahu kekuatannya seberapa besar
Di halaman rumah segala suara menyatu
Menciptakan harmoni yang tak cukup waktu
Untuk dimaknai seketika
Banda Aceh, 1 Oktober 2009