pensil di atas HVS. Idrus Bin Harun. 2012 |
sejarah yang sampai ke tangan kita telah lapuk dan beruban
sungguh, betapa tuanya
hari ini, sejarah kita makin panjang dan dijejerkan sepanjang jalan buntu
di galeri-galeri ingatan yang kian pikun
"sejarah belum bisa menjadikan kita aqil baliqh," kata sejarahwan lokal
kita harus berkali-kali lagi mengalami mimpi basah
agar memori tak mudah lekang
di kota kita sejarah dilacurkan atas kehendak pemuka-pemuka kekuasaan
di kampung-kampung, sejarah dikibarkan sebagai bendera galau
dalam cuaca tak bersahabat
kita harus percaya sejarah mempunyai pertautan dengan masa depan
maka, mengangguklah! seketika sejarah disalahgunakan
lalu orang-orang bertanya;
"adakah cara termudah menciderai sejarah?"
iya, ada. lupakan sejarah lalu jual dengan harga murah untuk tujuan-tujuan politis
dalam kebingungan-kebingungan yang terulang setiap 5 tahun sekali
kita harus mencatat dengan dawat merah, bahwa sejarah tak pernah disebut-sebut
sebagai batu loncatan masa depan
berapa banyak museum yang kita bangun setiap tahun?
berapa banyak kitab kita terbitkan sebagai penawar jawai?
yang pasti jauh di bawah kalimat-kalimat ajaib nan sloganistik
membuka topik kampanye partai