senirupa

Tuesday, December 17, 2013

Bencana dan Divisi Maksiat



http://smpitdarulfikribawen.files.wordpress.com/2008/10/tsunami.jpg
saya duduk manis paling belakang bersama ibu-ibu, guru, tokoh masyarakat yang mewakili beberapa sekolah dan Gampong dampingan NGO, yang konsen terhadap pengurangan resiko bencana.
pemateri terus saja memaparkan apa saja yang sudah mereka lakukan selama kurun waktu pasca Tsunami melanda Aceh.

lagi serius menyimak pemateri, tiba-tiba henpon saya bergetar. ada panggilan masuk. saya angkat dan angkut sambil beranjak keluar ruangan Workshop. di luar saya berbicara dengan seorang teman yang sudah lama tak bertatap muka semenjak ia pergi (tepatnya mengungsi.karena tidak betah dengan kondisi Aceh yang katanya statis).

saya katakan padanya bahwa saya sedang ikut workshop pengurangan resiko bencana di salahsatu gedung milik organisasi non pemerintah. dia tertawa mendengar kata "mengurangi resiko bencana". saya juga ikut tertawa walau tak paham dengan maksud tertawaan dia.

seperti umum diketahui. selain bencana itu sunnatullah dan sudah digariskan bagi kita. bencana juga terjadi karena ulah kita manusia. baik itu karena kekurangsadaran kita dalam memperlakukan alam sebagaimana mestinya, juga karena kurangnya kita mengingat pencipta alam. walau pendapat ini kurang menarik dan cenderung konservatif, saya pikir masih menarik untuk dikaitkan. karena perjalanan umat terdahulu sudah Allah narasikan dengan sangat sastrawi dalam lembaran-lembaran Al-Quran. banyak kaum yang Allah timpakan dengan banjir bandang, tanah lonsor dan lain-lain.  sementara pada saat itu belum ada perusahaan dan pengusaha pembabat hutan yang mengakibatkan bencana dimaksud.

faktor alamiah terjadinya bencana sudah pasti tak dapat ditolak. namun, ada faktor lain bagi kita orang muslim yang sejauh ini kurang mendapat perhatian. yaitu, maksiat.

keberadaan maksiat di tengah kehidupan masyarakat ikut mendorong atau bahkan mempercepat terjadinya bencana. kira-kira demikian yang sering kita dengar baik itu dalam tausiah atau khutbah jum'at. saya tidak tahu apakah ada riset yang menemukan kaitan antara maksiat dan terjadinya suatu bencana di suatu daerah? mungkin hal kecil ini juga perlu menjadi perhatian pusat riset di Banda Aceh. seperti pusat riset tsunami, geologi dan mitigasi bencana di Ulee Lheue. yang gedungnya mewah itu dan berada tepat di belakang kuburan massal Ulee Lheue.

sejauh ini kami di lembaga sekolah dalam setiap sosialisasi bencana belum pernah mendengar pengurangan bencana itu dilihat dari perspektif yang berbeda seperti yang saya katakan di atas. entah kita terpengaruh dengan sekularisme berpikir, atau, karena pesan sponsor yang terselip dengan alasan pendanaan.

anak-anak hanya diajari bagaimana mempersiapkan diri ketika terjadi bencana dan pasca bencana. melalui nyanyian-nyanyian dan games yang menarik. anak-anak tak pernah mendapat pemahaman bahwa bencana itu juga terjadi akibat ulah manusia yang secara kontinyu bermaksiat kepada Allah, masyarakat, alam dan seluruh isi bumi.

ini menarik diketahui seorang anak usia dini dan menengah. agar, bencana dapat diminimalisasi sebelum terjadi. bukankah, mencegah lebih baik dari mengobati?

saya juga heran dengan langkah-langkah pengurangan resiko bencana. lansung menuju ke tindakan teknis mekanis pada saat terjadinya bencana. tanpa di dahului oleh pemaparan sebab-sebab terjadinya bencana. mungkin untuk mengaitkan antara kualitas dan kuantitas maksiat dengan terjadinya bencana, pemerintah dan LSM perlu menggandeng tangan cerdik pandai dalam agama. agar bersinergi. tidak berjalan sendiri-sendiri seperti sekarang ini. agamawan berceramah tentang maksiat di  mimbar-mimbar itu baik. namun, bagi masyarakat itu dianggap sebagai rutinitas formal belaka seperti khutbah Jumat. seandainya khutbah seperti itu ada dalam setiap sosialisasi kebencanaan. saya rasa akan lebih mendekatkan kita pada Allah.

begitu juga dengan pendeta dan para biksu. kepada pengikutnya dalam setiap pertemuan juga memberi pemahaman akan relasi bencana dan kemaksiatan.dalam perspektif ini, saya rasa umat akan sadar dan menjalankan.

setelah panjang lebar kami berbicara via henpon, di ujung pembicaraan teman saya itu menyarankan kepada saya kalau nanti ada sesi tanya jawab, dia memohon kepada saya sarannya disampaikan.

"saran apa?" tanya saya

"bilang ke orang NGO, jika mereka mau tetap eksis, perbanyak bencana"

"caranya?" tanya saya

"buat divisi pengundang bencana, dengan nama; DIVISI MAKSIAT" ujarnya.

tut..tut...tut, sambungan terputus.

bivak emperom. KKB