senirupa

Monday, December 9, 2013

Tgk Noh, sekolah dan Mal-edukasi

kenangan

"meluluskan murid yang secara akademik udah pintar bukanlah prestasi sekolah formal. Menyelamatkan satu orang murid yang dicap nakal adalah keberhasilan sesungguhnya" ungkap Tgk Noh, Teungku beuet (guru ngaji) kami di Mesjid Madinah Dayah Kruet. Kemukiman Kuta Baroh. Meurah Dua, Sambil nyeruput kopi pagi di keudé Meureudu.

Tgk Noh adalah guru Diniyah di salahsatu SD Rhing Blang kecamatan Meureudu.

Walau tamatan Dayah di Samalanga dan tanpa pendidikan Formal Universitas, visi moralitas di pendidikan dasar tempat ia mengabdikan ilmunya, cukup terstruktur dengan berbagai metode pendekatan multi aplikatif. katanya secara panjang lebar, tak semua anak dihadapi dengan pendekatan permisif. dan tak semua  anak harus diperlakukan secara arogan. pendekatan-pendekatan tertentu sangat tergantung sianak.

Bekal pengalaman teungku beuet aneuk miet dan tetap setia pada penyebaran ilmu ubena kuasa, ia jauh lebih jernih dalam melihat persoalan pendidikan dibandingkan guru formal . Ia menyejukkan. ini saya ingat puluhan tahun lalu ketika masih menjadi muridnya di Masjid Japakeh. meskipun tak sungkan bersikap tegas, kami tak pernah takut terhadap beliau. namun, karena rasa hormatlah yang buat kami menjadi segan. 

(sekolah formal harusnya menciptakan hal demikian. bukan menjengkal anak dengan pelajaran yang membebani. tadi sore, ketika saya lewat di depan sekolah di kawasan Lamteumen Barat jam 5, terlihat kerumunan orang tua menunggu anaknya pulang. di atas motor saya berpikir, apa yang dilakukan anak sekolah kelas 3 SD sehingga harus pulang sesore itu. PNS saja mungkin sudah bubar jauh lebih awal dari mereka. mengingat pekerjaan para pegawai jauh lebih banyak dan membosankan. saya kira, anak-anak komtemporer itu sudah diringkus dari kekanakannya. dijadikan robot ilmu pengetahuan. ini menyedihkan dan sekalian malapetaka sekolah. berbeda dengan sekolah dulu mungkin. jam 12 paling telat kita sudah sampai di rumah atau sudah mandi-mandi di kali sekalian buang suntuk pendidikan. jam 2 berangkat mengaji sampai jam 4 sore. selepas itu merdeka dalam kekanakan. sekolah memang beban, menurut pribadi saya.)

Ia masih terlihat muda. seakan seperti baru kemarin sore ditegurnya karena tak ikut jama'ah Ashar. Dia membuka mata kami untuk paham baca Quran. Mengenalkan Tuhan untuk taraf dasar pikiran kanak-kanak kami. Itu dulu sekali. saat keriangan anak-anak seusia saya masih terdengar di pekarangan mesjid tua Tgk Japakeh.
 

semeja kupi berdiskusi dengannya tentang arah pendidikan yang disopiri oleh keinginan mendapat jaminan bulanan, jauh lebih menggembirakan daripada ikut seminar dengan pembicara dari dinas pendidikan.

Nostalgia terindah adalah diperjumpakan dengan guru-guru hebat dimasa lalu. tak lebih kuras.


selama Oktober 2013