Ia akan memamerkan 25 lukisannya hingga 29 Oktober 2015 di Rumah Budaya Banda Aceh. Menurutnya, pameran ini hanya sebagai pemecah kebekuan seniman lukis yang jarang berpameran. "Konon lagi, Rumah Budaya yang berdiri megah ini terasa sepi dari even kesenian. Sungguh kasihan sekali" ungkapnya.
Kemarin saya berdiskusi singkat tentang lukisannya yang dominan wajah tokoh. Sepinya pameran lukis hingga soal waktu luangnya yang ia gunakan untuk melukis. Razuardi adalah Sekda Aceh Tamiang aktif. Masalalunya penuh kenangan bergelut sebagai tukang lukis spanduk berbahan kain. Saya lebih suka menyebutnya PSK (Pelukis Spanduk Kain). Karena saya juga generasi terakhir PSK ini.
Razuardi alumnus Fakultas Teknik Unsyiah. Dengan mengandalkan pendapatan sebagai juru lukis spanduk, ia membiayai diri. Sembari menyedot rokok, laki-laki ini menikmati benar dua profesi yang berseberangan ini. Tatapannya yang tajam dengan jenggot menjuntai beruban, menyimbolkan ketegasan dalam memandang kehidupan.
Saya tau Razuardi seorang seniman dari Muhadzier Maop saat Piasan Seni kedua berlansung. "Ia telah menghasilkan satu antologi puisi" ujar Maop. Saya tak percaya Razuardi kala itu sedang menjabat sebagai Sekda Kabupaten Bireuen. Karena, fashionnya nyentrik.
Di atas Jambo yang dijadikan musalla Rumah Budaya, ia menceritakan prosesnya mempersiapkan pameran ini dengan waktu luang tersedot tugas negara. Ia termasuk apoh-apah menyelesaikan 25 dari 27 lukisan. Baginya, melukis adalah ruang mengistirahatkan batin dan berkontemplasi setelah berjibaku dengan kehidupan yang atmosfernya kian memanas.
Saya percaya, seorang pejabat publik yang mampu meluangkan waktu untuk menghasilkan karya sosial jauh lebih berharga dari pejabat yang melulu memikirkan rakyat, tapi mendengkur di kantor.
Razuardi telah berbuat di waktu luang dengan melukis. Dengan itu, separuh waktu di rumah tidak habis untuk memikirkan kiat-kiat korupsi, kolusi dan nepotis.
Semoga tetap demikian.