senirupa

Friday, March 7, 2014

Dialog Senirupa DKB: Seni Non Nafsi-Nafsi



 Kesenian Banda Aceh yang pernah mencapai masa-masa kejayaan beberapa dekade lalu, pelan-pelan meredup seiring makin melemahnya posisi organisasi kesenian yang mewadahi seniman. DKB khususnya. Kepengurusan yang berlansung tanpa control menjadikan DKB berjalan ditempat. Seniman bagai kehilangan induk semang untuk sesekali berkumpul mendiskusikan wacana berkesenian.
Berlansung di Sanggar senirupa 55, acara Dialog Senirupa dengan tema ‘Aceh Fine art today’, akhirnya berhasil diadakan dengan penyelenggara DKB melalui komite senirupanya. Acara yang berlansung lancar ini menghadirka  dua narasumber dari perupa Aceh yang sudah tidak asing lagi. Said Akram dan Reins Asmara.
Dedi Kalee dalam mukaddimahnya mengatakan, Sanggar senirupa 55 siap menjadi tuan rumah untuk keberlansungan senirupa Aceh secara umum dan Banda Aceh secara khusus. Sebagai ketua komite senirupa DKB baru, mengucapkan terima kasih atas kesediaan teman-teman seniman untuk hadir meramaikan dialog.
Dialog awalnya berlansung agak beku itu akhirnya mencair. Hal itu diakui Said Akram karena, kebiasaan diskusi seniman lintas cabang seni sudah jarang diadakan. “Sehingga terlihat seakan-akan ada jurang pemisah antara sesama seniman. Padahal, kita kurang bersilaturahmi untuk memadatkan wacana seni” ujar Said.
Dalam materi yang disampaikan secara santai ini, Said Akram mengatakan, Banda Aceh sebagai sebuah kota yang sedang giat mempromosikan wisatanya, tentu sudah wajib melirik senirupa sebagai dagangan. Namun hal ini tidak akan menjadi kenyataan selama infrastruktur senirupa belum ada. Di antaranya, Galery yang refresentatif, Kritikus seni, curator, pengamat seni dan penulis lepas yang berkhidmat pada kesenian.
Pak Emy dari sanggar Lempia mengawali tanggapan kondisi kesenian terkini dengan mengatakan ego sektoral  antar pekerja seni masih kuat sekali. Tak ada saling dukung. Yang ada saling tikam. “ini yang harus kita ubah, agar kita bisa maju dan tidak lagi nafsi-nafsi” ujarnya dengan suara khas.
Banyak keluh seniman terungkap dalam dialog yang diadakan tanggal 5 Maret 2014 itu. Salah satunya Oleks. Kartunis yang sekarang menjadi disainer salah satu rumah percetakan ini mengungkapkan senirupa tidak akan berkembang selama budaya senior-junior masih menjadi penghalang untuk berdiskusi, publikasi karya. Menurutnya, senior cenderung memandang rendah junior. Ini menjadi penghalang besar bagi junior untuk tampil.
Dalam tanggapannya, Said Akram mengatakan, tabir yang menghalangi pembauran seniman senior-junior itu akan hilang manakala seringnya diskusi dilakukan semacam dialog seni. Baginya, makin banyaknya diskusi, makin sehatlah persaingan dan penghargaan atas keberbedaan. “dalam bahasa yang sedikit rumit, sebelum menjadi seniman,” seseorang harus terlebih dahulu ‘memanusiakan’ diri agar mampu bijaksana” ia menanggapi Oleks.
Sementara Joel Jroh dalam sesi Tanya jawab memberi tanggapan atas kondisi perkesenian Banda Aceh mengatakan, seni tidak hanya berhenti pada seni murni semata. Tapi melingkupi seni yang sifatnya komersiil. Yang akan mampu memberi keuntungan financial bagi pekerja seni. “Di sinilah butuh seorang imam yang mampu memersatukan seniman lintas sector untuk memacu dalam berkarya” ungkapnya.
Menanggapi Joel Jroh, Said Akram mengatakan, seni bukan hanya event atau semacamnya, seni adalah kegundahan si seniman terhadap lingkungannya. Seniman yang hanya berada di menara gading meskipun punya skill mumpuni, pelan-pelan akan dilupakan masyarakat.
Lebih lanjut, Said Akram mengatakan seni yang sedang berjalan di Banda Aceh sifatnya masih berjalan meluas dan melebar tanpa bisa disatukan dalam kebersamaan. Fungsi organisasi kesenian tidak berjalan. Sehingga momen seni terjadi secara sporadis dan sesekali saja.
Diskusi yang berjalan 1,5 jam itu menyimpulkan bahwa, ke depan akan memperbanyak forum diskusi tidak hanya senirupa. Tapi semua komite yang ada di DKB akan mengadakan rangkaian dialog ini. Tujuannya untuk merapatkan barisan dalam membangun kesenian yang lebih baik dan bernilai guna.
Bivak Emperom, 7 Maret 2014