senirupa

Saturday, December 21, 2013

DKB, Bilik Pengap Lima Tahun


Bagi saya pribadi, rumah kesenian tetap bukanlah DKB (Dewan Kesenian Banda Aceh) seperti persepsi yang mengakar dalam kepala kita sekarang. Rumah untuk kita berkesenian tetap di tempat dimana kita bergelut membahasakan realitas untuk kemudian termanifestasikan dalam karya apapun. 
DKB hanya rumah singgah bagi seniman. rumah sejati berkesenian tetaplah diri sendiri dan komunitas-komunitas seni yang terbentuk setelah DKB tak sanggup mengikuti wacana berkesenian yang kian hari makin berdinamika.

komunitas kesenian yang lahir di akhir-akhir konflik dan paskatsunami, dapatlah dikatakan sebagai langkah besar menghindari kebosanan yang timbul dari statisnya sanggar-sanggar lingkaran Taman Budaya. kantong-kantong kesenian akhirnya menjauh dan keluar pagar TBA (taman budaya Aceh). mereka membangun semangat berkesenian sendiri setelah tidur panjang wacana kesenian. budaya berkomunitas menjadi trend tak terhambat. manisnya perdamaian Aceh ikut menyumbangkan kebebasan ekspresi kesenian. hingga taman budaya Aceh kehilangan pamor dan ditinggalkan ramai-ramai. taman budaya yang dulunya riuh oleh kegiatan-kegiatan kesenian, akhirnya menjadi bangunan seram seperti komplek pemakaman. pentas seni tertimbun di sana setelah panggung ekspresi dibuka di warung-warung kopi.

kehadiran kami 'seniman taman sari' ke rumah budaya di simpang lima tadi pagi untuk menggagalkan MUBES, ternyata memberi bukti lain yang saya sendiri tidak sangka-sangka. bagaimana tidak, di tengah munculnya bakat kesenian baru secara massif di Banda Aceh, arena MUBES hanya diisi beberapa orang seniman yang wajahnya akrab benar. di antara masyarakat kesenian urban satupun tidak nampak wajah-wajah baru.

komposisi seniman seperti group band tua yang tetap eksis meskipun era kejayaan di tahun 80-an telah lewat. hadir di sana Doel CP Allisah, D Keumalawati, Helmi Hass, Zulfikar Sawang, Samsul Bahri, Apa Kaoy  Ampon Yan dan lain-lain wajah lama. eksistensi mereka harus diakui masih mengakar dan mapan. beberapa diantara mereka adalah bidan yang melahirkan DKB. tapi, masalahnya, setelah kelahirannya hingga sekarang sepertinya tanpa regenerasi. angin segar sepertinya belum dibiarkan berhembus ke ruang-ruang DKB. sampai tadi pagi, menurut pandangan saya, DKB masih mengunci pintu bagi masuknya hawa baru di ruang pengap itu.

ibarat bilik, DKB sampai tadi pagi adalah ruang tempat segala aktifitas harian berlaku; kencing, berak, makan, tidur, hingga hal paling sakral dilakukan di bilik yang sama. uniknya, semua pintu dan jendela tidak pernah dibuka. parahnya, hal itu berlansung selama lima tahun kepemimpinan Zulfikar Sawang yang penyair cum advokat dan Anggota Parlemen itu.

akhirnya, bilik pengab itu tadi pagi secara paksa berhasil dijebol kawan-kawan 'seniman taman sari'. meskipun harus melalui perdebatan panjang dan tarik ulur, hingga pihak pemerintah yang diwakili pak Ramli Rasyid dan Kadisbudpar Reza Fahlevi menyingkatkan pidato, arahan, nasehat dan  kata sambutannya. penjebolan ini penting agar penghuni yang selama lima tahun tak pernah berinteraksi dengan matahari pagi agar terbiasa berpanas-panas.

rezim yang terlalu lama berkuasa dan tanpa berdosa bangga atas pencapaiannya, harus dibungkus dan dijadikan kado akhir tahun buat pemerintah kota. bahwa wacana berkesenian di Banda Aceh berjalan di tempat. orang sudah sampai ke bulan, kita masih termangu di bawah ketiak anggaran pemkot.

maka setelah proses panjang seharian membersihkan bilik DKB yang bau itu, terpilihlah bang Adek atau Mahrisal Rubi sebagai ketua baru. harapan atas ketua baru adalah penyegaran. karena selama ini bau busuk bilik DKB sering dibawa angin hingga ke bilik-bilik kesenian komunitas di Banda Aceh.

untuk bang Mahrisal Rubi, saya secara pribadi mengharapkan setiap keputusan yang diambil tetap tak menafikan keterwakilan komunitas kesenian. dan tentu saja, LPJ rezim lama harus secara resmi dituntaskan. ingat, Bang!

poto by atjehlink.com


Bivak Emperom Komunitas Kanot Bu, Banda Aceh. 21 Desember 2013