senirupa

Saturday, July 19, 2014

Aceh, Tanah Seribu Liang

Iswadi Basri
Kekerasan tidak pernah menemui bosannya untuk terus bercanda dengan Aceh. baru saja, Laweueng kembali hadir memuncaki dirinya dalam pemberitaan di media-media. kekerasan akrab benar dengan kita. di tengah belum hilangnya kegirangan kita menikmati perdamaian, kekerasan demi kekerasan hadir seperti mimpi buruk.

kekerasan, seperti daftar menu di restoran tepat saji. dihidangkan satu persatu ke depan kita untuk menyempurnakan rasa ciut yang sudah amat lama bersemayam dalam batok kepala kita.


dalam lukisan Iswadi Basri yang saya ambil dari akun FB-nya, yang berjudul 'Terlanjur mimpi'. Iswadi memvisualisasikan tanah kering kerontang tanpa keteduhan dengan kupiah meukeutop tergeletak seperti disengaja. siapapun akan tahu ini simbol apa. ya. inilah tanah Aceh dengan kerontangan dan tanpa keteduhannya. Aceh yang disengajakan begini-begini terus hingga kita benar-benar lupa kita sedang tidak berada di Aceh lagi. tapi, di Padang Mahsyar.

Wadi dengan nada visualnya yang monoton ini, saya kira bukan karena kehilangan imajinasi untuk menambal kekosongan komposisi. atau karena kehilangan objek-objek lukisan. Wadi seperti memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang terlalu banyak hadir ke hadapan kita sejak masa konflik (saat karya ini dibuat).

saya kira karya rupa di atas jawaban atas pertanyaan, misalnya; "kenapa banyak sekali kekerasan di Aceh, seperti tidak reda-reda?" Wadi menjawabnya dengan menyediakan liang sebanyak mungkin untuk mengakomodasi kekerasan yang telah terjadi. ini seperti kritik atas pemerintah. dimana seharusnya, liang ini disediakan pemerintah.

lihatlah! ketakberhinggaan latar. di sana tak kita temukan batas. sepertinya ini menjadi penanda bahwa kasus demi kasus benar-benar tidak akan puas sebelum Aceh meutimphan.  saya kira, Wadi tidak dengan imajinasi kosong membuat karya ini. sebagai tanah indatunya, ia menguasai benar apa fenomena yang sedang berlaku. selanjutnya, terserah anda memaknai karya rupa ini. salam!