senirupa

Saturday, April 11, 2015

"Misria, Selamat Sarjana, Ibu Kecil!"

Saudari Misria

"aku yakin menjadi sarjana di tengah surplusnya orang dengan gelar-gelar akademik di Aceh, tidak menjadikanmu besar kepala karenanya. sarjana tetap kau gelar meski pun kelak kau hanya tidur dan tak berbuat apa-apa. Bahkan tanpa sarjana sekalipun, Aceh tetap tegak meski pun elitnya berusaha sekuat tenaga merobohkan. tapi sudahlah, Aceh terlalu luas kalau hanya coba dipugar oleh ribuan sarjana nganggur."

Melihat undangan wisuda dan tertera cumlaude di sana, saya yang selepas kuliah tidak dapat menikmati wisuda karena konflik bersenjata merenggut rektor Unsyiah kala itu; Dayan Dawod, bangga namun sulit untuk harus meluapkannya dalam bentuk apa. menulis puisi yang memuji kelulusan seorang perempuan bernama Misria, atau menulis surat panjang yang terus-menerus melarutkan saya dalam girang seharian. saya tidak tahu harus bagaimana. namun, saya sempatkan diri hadir dalam acara foto-foto di gedung Dayan Dawod. ini sekedar sebagai meneruskan adat istiadat kaum sarjana meluapkan kegirangan seharian. karena besoknya, mereka akan menjadi manusia biasa kembali. manusia yang dengan gelar di belakang nama seperti Misria adik saya itu. maka namanya menjadi Misria Haroen S.Pd.


Misria adalah adik bungsu saya. lahir di Meureudu, tepatnya di Meuraksa barat. pada tahun 1992 kalau saya tidak salah. karena ketika dia lahir saya masih SD kelas rendah. setelah saya tamat SMU sekira tahun 2000, saya jarang jumpa dengan Misria karena selain saya tidak tinggal seatap dengan orang tua, saya juga melanjutkan kuliah ke Banda Aceh. jadinya, saya tidak seberapa tahu apakah dia pintar secara akademis atau pembelajar yang tekun atau malah menjadi puteri rumahan yang hobinya seharian membuat PR yang dibebankan gurunya.

sepenuturan ayah saya, Misria kecil punya kebiasaan aneh. ia hobi bermain dengan ayam atau itik peliharaan almarhum ibu saya. ia bisa berlama-lama bermain dengan memegang-megang anak itik yang imut (mana ada imut anak itik yang dipelihara di kampung) dengan mengikat seutas tali di kaki anak itik, lalu menggantungkannya sampai anak itik minta ampun. atau dibiarkan begitu saja sampai ia sendiri lupa telah melakukan penyiksaan kepada anak itik ibu saya.

kemudian penuturan ayah saya, Misria kecil seorang penabung yang luar biasa ketat menjaga keuangan yang diberikan untuk jajan sekolah. ia bisa membawa secara utuh seandainya diberikan uang lima ratus rupiah. Misria kecil mirip-mirip cerita orang sukses yang kaya raya karena irit pengeluaran. namun, saya tidak tahu apakah ia pelit (dalam basa Aceh "kri'et", yang diasosiasikan sebagai Pidie) atau secara ketat menjaga uang jajan agar dapat dipergunakan pada hal-hal yang lebih bermanfaat. dan ini kemudian terbukti sekarang ketika ia sudah mempunyai penghasilan sendiri dengan mengajar secara privat bahasa inggris. ia bekerja sambil kuliah meski pun ayah saya rutin mengirimkan uang dan logistik untuk perantau sekaligus penuntut ilmu.

Dulu, sekira sebelum tsunami, jika sedang liburan sekolah ia berkunjung ke Banda Aceh ke tempat kakak sepupu saya tempat saya tinggal, oleh anak kakak sepupu saya, ia dipanggil Ibu Kecil (saya lebih suka menulis Iboe Ketjil. kesannya estetis. entah mengapa saya juga kurang begitu tahu). nama "ibu kecil" itu melekat hingga sekarang. meskipun keluarga kakak sepupu saya tak ada yang disisakan tsunami satu orang pun.

setelah tsunami dan ibu kami meninggal, saya sudah sering pulang ke rumah orang tua ketika pulkam. dan saat itu Misria sudah jadi gadis SMU yang aktif dalam beberapa organisasi ekstra sekolah semacam PII di kabupaten Pidie Jaya. karena sudah berorganisasi dan kerap berdiskusi sesama anggotanya, Misria sering mengajak saya diskusi di meja makan selepas makan malam. kadang diskusi berjalan hingga tengah malam dan lancar-lancar saja. artinya, apa yang kami diskusikan tentu kami sepaham dan sependapat. namun, lebih sering dengan drama beda pendapat yang berujung pada adegan-adegan lempar-lempar "glok" (gelas yang dari bahan plastik) atau pukul meja. kalau sudah begitu, saya akan mengejek atau membuatnya murka hingga diskusi berakhir dengan Misria menangis tak terima dihina. saya sungguh puas membuat ia menangis. walau besoknya saya minta maaf.

dalam satu foto yang diposting seorang kawan SMU-nya, Misria sedang bebicara mewakili teman sekolahnya dalam sebuah ruang DPRK Pidie Jaya dalam aksi protes pemindahan guru matematika mereka di SMU 1 Meureudu. saat itu saya membayangkan Misria kelak akan jadi aktifis kampus atau aktifis beneran yang kerap diperlihatkan mahasiswa yang sedang panas-panasnya dan konon lagi ada senior yang meniup bara pembangkangan. namun, Misria ketika sudah mulai kuliah di FKIP jurusan bahasa Inggris, ia kerap meminta pendapat untuk masuk UKM mana. saya pernah menyarankan untuk masuk Ukm Pers. namun ternyata ia hanya bertahan sebentar. dunia pers bukan lahan ia menuangkan ekspresinya. akhirnya, ia kuliah dan mengajar di beberapa les untuk menambah uang saku.

Misria seorang yang pede, walau untuk nongkrong di warung kopi amat sangat tidak mau. namun urusan style. ia tidak terlalu merepotkan ayah saya atau saya sendiri. ia masih setia dengan motor STW Supra X yang kemaren saya pinjam rem-nya blong. hanya rem depan masih berfungsi. ia kemana-mana mengandalkan motor itu. saya kira ada ribuan mahasiswa lain serupa Misria dalam hal gaya hidup. doa saya untuk mereka yang tidak merepotkan orang tua mereka di kampung hanya untuk terlihat dungu dengan trend.

terakhir, walau Misria sudah sarjana sekira sebulan yang lalu, saya kira menulis tentangnya bukan satu halangan. lagian, saya sedang mood menulis.
"selamat sarjana. semoga tidak kudapati kau dalam antrean penunggu nomor ujian CPNS"