senirupa

Wednesday, April 22, 2015

810 tahun kesunyian

Di depan Bank Mandiri Syari'ah jln Diponegoro Banda Aceh Terlihat gelap. Biasanya ada cafe yang menjual berbagai macam makanan dan minuman secara aktif, kreatif dan menggugah selera dan berjualan hingga dini hari. Tadi [sekitar sebulan lalu], saya putar-putar kota dan mendapati tempat itu gelap dan tak ada satu tenda pun hadir berjualan seperti biasa. Hanya mobil Satpol-PP dan dua personilnya di situ sibuk dengan Gejet yang memancarkan sinar dalam gelap.

Saya yakin ini 'ulah' walikota dan dinasnya. Yang berselera sekali dengan Banda Aceh lengang. Semua tempat pedagang menggelar dagangannya disterilkan. Alasannya biar tertib. Walikota yang berupaya mewujudken kota Madani ini (teman saya Fuady Bin Syukri Sulaiman bilang, Banda Aceh tersesat dalam 'model kota Madona'), nampaknya suka dengan yang berbau sepi, sunyi, lengang, jauh dari keramaian dan senyap (intinya hobi dengan yang beraroma Khalwat). Buktinya seperti yang saya sebut di atas.

Jika saja pedagang kaki lima dibiarkan berdagang malam hari, betapa semaraknya kota ini. Dan Satpol-PP pun tidak perlu stay menjaga tempat kosong hingga jam kecil tiba. Bukankah ini tindakan non produktif? dengan membiarkan bapak-bapak SATPOL-PP yang berumur di atas 50-an bergadang dalam udara malam Banda Aceh yang menusuk dinginnya. 

Ya. Itu tindakan sia-sia. Tidak menguntungkan. Mubazir. Buang-buang waktu. Mengorbankan hasrat berkumpul personil Satpol-PP dengan anak-istri. Ini benar-benar menyedihkan. Coba kalo mau lebih produktif dan menguntungkan, walikota menyuntik modal bagi petugas jaga agar bisa berjualan kecil-kecilan. Misal rokok.soft drink, telur puyuh rebus, ranup mameh hingga martabak panas siap saji. Kan punya profit dan berpotensi secara ekonomi.

Bagaimana pun, di usia yang 810 Tahun ini, Banda Aceh masih diperebutkan oleh politikus dengan berbagai janji-janji; kota madani, syariat yang tegak berdiri, air bersih tersuplai lancar dan listrik yang hidup sepanjang hari.

HBD,ea...!!